Segala puji bagi Allah yang ilmu-Nya
meliputi segala sesuatu. Yang menundukkan makhluk dengan kemuliaan dan
hukum-Nya. Yang melunakkan hati hamba-hamba-Nya, dan menyinari mata hati
mereka dengan nur-nur hidayah yang dikandung oleh kitab-Nya dan Sunnah
Rasul-Nya. Shalawat dan salam kepada makhluk-Nya yang paling mulia dan
penutup Rasul-Rasul-Nya, Muhammad, yang membimbing manusia kepada Tuhan
mereka, dan yang menundukkan hati mereka dengan jalan-jalan hidayah yang
dia bawa kepada mereka, dan kepada keluarganya, para sahabatnya beserta
orangorang yang mengambil petunjuknya dan mengikuti sunnahnya sampai
hari Kiamat.
Amma ba’du.
Buku ini memaparkan mayoritas
kisah-kisah dari hadits Nabi. Keutamaan kisah-kisah dari hadits nabawi
berada di bawah kisah-kisah dari Al Qur’an. Jika Al Qur’an adalah
kalamullah, maka mayoritas kisah-kisah hadits adalah wahyu dari Allah.
Oleh karena itu, keduanya berasal dari satu sumber dan satu sasaran.
Target-target dari kisah-kisah dalam hadits adalah target-target di
dalam kisah Al Qur’an. Sama-sama menyuguhkan bekal untuk para dai dan
orang-orang shalih, bekal rohani yang dikandung oleh kisah dan menyirami
ruh, hati dan akal orang-orang yang beriman.
Kisah Al Qur’an dan hadits mengalir
dalam diri manusia secara lembut dan murni. Kata-kata dan
peristiwa-peristiwanya membawa segudang nasihat dan faedah untuk
mengarahkan kepada jalan yang lurus dan melecut seorang mukmin untuk
menjauhi dosa-dosa dan kerusakan-kerusakan.
Buku ini – seperti diisyaratkan oleh
judulnya – membatasi diri pada hadits-hadits yang bersanad shahih dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Aku tidak menyimpang dari dasar
ini kecuali pada sedikit kisah yang mauquf kepada sahabat di mana
sanadnya dari mereka adalah shahih; ada kemungkinan bahwa mereka
mendengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, dan mungkin pula
mereka mengetahui dari selainnya.
Batasan buku ini hanya pada
hadits-hadits shahih, tidak mengangkat hadits-hadits saqim (sakit),
dhaif (lemah), bathil, dan palsu. Karena, menisbatkan hadits yang tidak
bersanad shahih kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah
dusta atas nama Rasulullah. Dan dusta atas nama Allah dan Rasul-Nya
termasuk kejahatan besar.
Tidak boleh menyepelekan dalam
menisbatkan hadits-hadits kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Salam, terlebih jika hadits-hadits itu adalah kisah, karena kisah adalah
berita-berita dan kejadian-kejadian ghaib. Kita beriman kepada ghaib
yang benar. Beriman kepada sesuatu yang ghaib tanpa berdasar kepada
Allah dan tidak pula dari Rasul-Nya dalam urusan-urusan yang tidak
diketahui kecuali melalui wahyu, itu merupakan penyimpangan dari jalan
lurus dan kesesatan dalam pemikiran. Lebih dari itu, kisah-kisah dusta
yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bisa
jadi di dalam lipatan-lipatannya tersimpan akidah-akidah, akhlak-akhlak
dan nilai-nilai bathil yang menyusup ke dalam diri manusia dengan mudah
tanpa kesulitan.
Kisah-kisah seperti ini adalah sampan
yang mengasyikkan bagi orang-orang yang ingin menyesatkan kaum muslimin.
Oleh karena itu, para ulama banyak memperingatkan akan bahaya
kisah-kisah palsu, sebagaimana mereka juga telah memperingatkan dari
tukang-tukang cerita yang tidak mengerti hadits shahih dan hadits lemah.
Bahkan mereka menulis beberapa buku untuk memberi peringatan. Hal ini
karena betapa berbahayanya, orang-orang yang menyulap agama menjadi
dongeng-dongeng fiksi. Termasuk dalam bidang ini adalah apa yang
dilakukan oleh sebagian penulis masa kini, ketika mereka merusak sirah
nabawiyah (perjalanan kehidupan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Salam)
dengan pemaparan berdasar pada metode dongeng khayalan. Dengan itu
mereka telah banyak merusak agama kaum muslimin.
Aku menunjukkan tempat hadits di dalam buku-buku sunnah; lebih-lebih jika hadits itu termaktub dalam Shahihain
atau salah satu dari keduanya. Akan tetapi, aku tidak merinci secara
detail takhrij hadits-hadits dan jalan periwayatan lafazhnya. Aku hanya
menyebutkan kisah-kisah terkomplit. Jika di dalam riwayat lain
terkandung ilmu-ilmu dan faedah-faedah yang tidak terdapat di riwayat
yang aku sebutkan, niscaya aku akan menyebutkan semuanya.
Dalam urusan takhrij hadits, aku berpijak pada takhrij sebagian ahli ilmu yang ilmunya terpercaya dalam bidang ini.
Aku tidak menyebutkan berita-berita
tentang orangorang terdahulu yang bukan kisah. Banyak sekali
beritaberita di dalam hadits Rabbani yang berbicara tentang penciptaan
langit dan bumi, penciptaan Malaikat, jin dan manusia, tentang para
Rasul, orang-orang baik dan orang-orang jahat, akan tetapi tidak dalam
bentuk kisah. Oleh karena itu, aku tidak memaparkannya lantaran tidak
termasuk di dalam bingkai yang aku letakkan untuk buku ini.
Pembaca akan melihat bahwa aku menulis
buku ini dengan satu metode dalam seluruh haditsnya. Setiap hadits
diberi mukaddimah sebagai pengantar untuk masuk ke dalam kisah. Lalu aku
memaparkan nash hadits, diikuti dengan sumber-sumber rujukan dari
hadits-hadits yang kuambil. Aku pun menerangkan dan menjelaskan kosakata
yang sulit. Aku juga menjelaskan hadits secara memadai dan menutup
semua hadits dengan pelajaranpelajaran dan faedah-faedah yang terpetik.
Pembaca akan melihat bahwa aku tidak
membiarkan pikiran melayang jauh dari nash hadits hingga pembaca
mengkhayalkan peristiwa-peristiwa seperti yang diinginkannya dan
menambah alur cerita baru melebihi kandung hadits, dengan alasan bahwa
kita membuat riwayat atau cerita bersambung dari hadits, di mana pada
kisah tersebut terdapat alur kisah yang runtut dan daya tarik lainnya.
Metode yang dianut oleh banyak penulis
masa kini adalah salah besar. Mayoritas kisah hadits adalah wahyu Ilahi,
tidak ada peluang untuk memberikan tambahan. Di samping itu, ia
menceritakan realita seperti kejadian aslinya, bukan ucapan bikinan dan
penambahan seperti yang dilakukan oleh para penulis yang membuatnya
berubah menjadi ucapan bikinan. Seharusnya yang dilakukan oleh penulis
adalah menarik benang merah dari nash dengan sebisa mungkin, berpijak
pada metode yang diletakkan oleh para ulama dalam upaya menarik
faedah-faedah, pelajaran-pelajaran dan hukum-hukum dari nash.
Mungkin pembaca mengkritik penulis
karena dia tidak memasukkan kisah-kisah dari hadits dalam jumlah besar,
yang angkanya bisa melebihi kandungan buku ini yaitu kisah-kisah yang
terjadi dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan para
sahabatnya. Yang benar adalah bahwa kisah model begini tidak termasuk
dalam kisah-kisah yang menjadi target buruanku, karena yang aku
maksudkan dengan kisah-kisah dari hadits adalah kisah-kisah yang diambil
dari hadits-hadits Rasul qauliyah (perkataan Rasulullah). Yaitu, kisah
tentang umat-umat terdahulu yang beliau sampaikan. Semoga aku bisa
menulis kisah-kisah dari hadits Nabi model lain di buku lain pula.
Di dalam buku ini, pembaca yang budiman
akan mendapati kisah-kisah para Nabi dan Rasul dalam jumlah yang tidak
sedikit. Walaupun Al Qur’anul Karim telah memaparkan kisah-kisah mereka
dengan kaum mereka secara luas dan terperinci, namun aku juga
menyebutkannya. Sebagian dari kisah yang ada tidak tercantum di dalam Al
Qur’an secara mutlak, seperti kisah Yusya’ dan kisah Nabi yang membakar
penghunian semut, dan sebagian lagi tertulis di dalam Al Qur’an.
Hadits-hadits digunakan sebagai
penjelas, penerang dan pemerinci tentang apa yang ada di dalam Al
Qur’an, seperti kisah tentang Musa dengan Khidir yang tercantum di dalam
surat Al Kahfi. Karena sebagian kisah-kisah Nabi yang disebutkan di
dalam hadits-hadits yang aku paparkan juga dipaparkan di dalam Taurat,
maka aku pun menyebutkan apa yang disinggung tentangnya di dalam Taurat,
tapi bukan bermaksud mengambil ilmu darinya. Al Qur’an dan hadits
adalah lebih dari cukup. Ini demi meluruskan penyelewengan dan perubahan
yang menimpa kisah-kisah Nabi di dalam Taurat. Dan barangsiapa melihat
berita-berita dan ajaran-ajaran Taurat dengan metode yang aku ikuti ini,
maka dia akan menemukan bahwa salah satu target kisah-kisah di hadits
Nabi adalah meluruskan penyimpangan dan perubahan yang terjadi di dalam
Taurat.
Sungguh telah salah orang-orang yang
merujuk kepada Taurat untuk mengambil ilmu darinya, lalu mereka
mensejajarkannya dengan ilmu yang dituangkan oleh Al Qur’an dan hadits.
Kita harus encuci buku-buku kita dari Israliyat yang ditulis oleh
beberapa ahli ilmu terdahulu. Kita tidak memerlukan ilmu Bani Israil.
Agama kita telah sempurna, tidak memerlukan syariat nenek moyang. Dan
yang menjadi kewajiban kita adalah menjadikan Al Qur’an dan
hadits-hadits Rasul kita sebagai hakim, pelurus, dan pengoreksi
terhadap apa yang ada di dalam bukubuku Yahudi dan Nashrani. Al Qur’an
telah jelas mengungkapkan hal ini dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Al
Qur’an ini menjelaskan kepada Bani Israil sebagian besar dari
(perkara-perkara) yang mereka berselisih tentangnya.” (QS An Naml: 76)
Aku berharap karya yang aku persembahkan
buku ini bisa bermanfaat bagi hamba-hamba Allah. Bisa menutupi
kebutuhan kepustakaan Islam, sehingga tidak perlu lagi menoleh pada
kisah-kisah palsu dan dusta yang dijadikan pijakan oleh sebagian orang
dan dijelaskan oleh sebagian ahli ilmu. Aku memohon kepada Allah agar
memberiku niat yang ikhlas di dalamnya, memberiku pahala karenanya
dengan kemurahan, kedermawanan dan rahmat-Nya, dan memberi taufik kepada
para pembaca agar mereka memberikan doa yang baik untuk penulis.
Alhamdulillahi Rabbil Alamin.
Dr. Umar Sulaiman Abdullah Al Asyqar
Fakultas Syari’ah Universitas Yordania
Amman
sumber: www.hasanalbanna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar