Pengantar
Kisah ini memberitakan kepada kita
tentang saat-saat terakhir kehidupan bapak kita Adam dan keadaannya
pada saat sakaratul maut. Para Malaikat memandikannya,
memberinya wangi-wangian, mengkafaninya, menggali kuburnya,
menshalatkannya, menguburkannya dan menimbunnya dengan tanah. Mereka
melakukan itu untuk memberikan pengajaran kepada anak cucu sesudahnya,
tentang bagaimana cara menangani orang mati.
Nash Hadits
Dari Uttiy bin Dhamurah As Sa’di berkata, “Aku
melihat seorang Syaikh di Madinah sedang berbicara. Lalu aku bertanya
tentangnya.” Mereka menjawab, “Itu adalah Ubay bin Kaab.” Ubay berkata,
“Ketika maut datang menjemput Adam, dia berkata kepada anak-anaknya,
‘Wahai anak-anakku, aku ingin makan buah Surga.” Lalu anak-anaknya pergi
mencari untuknya. Mereka disambut oleh para Malaikat yang telah membawa
kafan Adam dan wewangiannya. Mereka juga membawa kapak, sekop, dan
cangkul. Para Malaikat bertanya, “Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian
cari? Atau apa yang kalian mau? Dan ke mana kalian pergi?” Mereka
menjawab, “Bapak kami sakit, dia ingin makan buah dari Surga.” Para
Malaikat menjawab, “Pulanglah, karena ketetapan untuk bapak kalian telah
tiba.”
Lalu para Malaikat datang. Hawa
melihat dan mengenali mereka, maka dia berlindung kepada Adam. Adam
berkata kepada Hawa, “Menjauhlah dariku. Aku pernah melakukan kesalahan
karenamu. Biarkan aku dengan Malaikat Tuhanku Tabaraka wa Ta’ala.” Lalu
para Malaikat mencabut nyawanya, memandikannya, mengkafaninya,
memberinya wewangian, menyiapkan kuburnya dengan membuat liang lahat di
kuburnya, menshalatinya. Mereka masuk ke kuburnya dan meletakkan Adam di
dalamnya, lalu mereka meletakkan bata di atasnya. Kemudian mereka
keluar dari kubur, mereka menimbunnya dengan batu. Lalu mereka berkata,
“Wahai Bani Adam, ini adalah sunnah kalian.”
Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dalam Zawaidul Musnad, 5/136.
Ibnu Katsir setelah menyebutkan hadits ini berkata, “Sanadnya shahih kepadanya.” (Yakni kepada Ubay bin Kaab). Al-Bidayah wan Nihayah, 1/98.
Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh
Abdullah bin Ahmad. Rawi-rawinya adalah rawi-rawi hadits shahih, kecuali
Uttiy bin Dhamurah. Dia adalah rawi tsiqah.” Majmauz Zawaid, 8/199.
Hadits ini walaupun mauquf (sanadnya tidak sampai pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam) pada Ubay bin Kaab, tetapi mempunyai kekuatan hadits marfu’, karena perkara seperti ini tidak membuka peluang bagi akal untuk mengakalinya.
Penjelasan Hadits
Hadits ini menceritakan berita bapak
kita, Adam manakala maut datang menjemputnya. Adam rindu buah Surga. Ini
menunjukkan betapa cinta Adam kepada Surga dan kerinduannya untuk
kembali kepadanya. Bagaimana dia tidak rindu Surga, sementara dia pernah
tinggal di dalamnya, merasakan kenikmatan dan keenakannya untuk
beberapa saat.
Bisa jadi keinginan Adam untuk makan
buah Surga merupakan tanda dekatnya ajal. Sebagian hadits menyatakan
bahwa Adam mengetahui hitungan tahun- tahun umurnya. Dia menghitung
umurnya yang telah berlalu. Nampaknya dia mengetahui bahwa tahun-tahun
umurnya telah habis. Perpindahannya ke alam Akhirat telah dekat. Dan
tanpa ragu, Adam mengetahui bahwa anak-anaknya tidak mungkin memenuhi
permintaannya. Mana mungkin mereka bisa menembus Surga lalu memetik
buahnya. Anak-anak Adam juga menyadari hal itu. Akan tetapi, karena rasa
bakti mereka kepada bapak mereka, hal itulah yang mendorong mereka
untuk berangkat mencari.
Belum jauh anak-anak Adam meninggalkan
bapaknya, mereka telah dihadang oleh beberapa Malaikat yang menjelma
dalam wujud orang laki-laki. Mereka telah membawa perlengkapan untuk
menyiapkan orang mati. Para Malaikat memperagakan apa yang dilakukan
oleh kaum muslimin terhadap jenazah seperti pada hari ini. Mereka
membawa kafan, wewangian, juga membawa kapak, cangkul, dan sekop yang
lazim diperlukan untuk menggali kubur.
Ketika anak-anak Adam menyampaikan
tujuan mereka dan apa yang mereka cari, para Malaikat meminta mereka
untuk pulang kepada bapak mereka, karena bapak mereka telah habis
umurnya dan ditetapkan ajalnya. Manakala para Malaikat maut datang
kepada Adam, Hawa mengenalinya sehingga dia berlindung kepada Adam.
Sepertinya Hawa hendak membujuk Adam agar memilih hidup di dunia, karena
para Rasul tidak diambil nyawanya sebelum mereka diberi pilihan (antara
kehidupan dunia dan Akhirat .pen) sebagaimana yang disampaikan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam kepada kita. Adam tidak
menggubris dan menghardiknya dengan berkata, “Menjauhlah dariku, karena
aku pernah melakukan dosa karenamu.” Adam mengisyaratkan rayuan Hawa
untuk makan pohon yang dilarang semasa keduanya berada di Surga.
Para Malaikat mengambil ruh Adam.
Mereka sendirilah yang mengurusi jenazahnya dan menguburkannya,
sementara anak-anak Adam melihat mereka. Para Malaikat itu
memandikannya, mengkafaninya, memberinya wangi-wangian, menggali
kuburnya, membuat liang lahat, menshalatinya, masuk ke kuburnya,
meletakkannya di dalamnya, lalu mereka menutupnya dengan bata. Kemudian
mereka keluar dari kubur dan menimbunkan tanah kepadanya. Para
Malaikatmengajarkan semua itu kepada anak-anak Adam. Mereka berkata,
“Wahai Bani Adam, ini adalah sunnah kalian.” Yakni, cara yang Allah
pilih untuk kalian dalam hal mengurusi mayat kalian.
Cara ini adalah syariat umum yang
berlaku untuk seluruh Rasul dan semua orang beriman di bumi ini, mulai
sejak saat itu sampai sekarang. Dan cara apa pun yang menyelisihinya
berarti menyimpang dari petunjuk Allah, yang besar kecilnya
tergantung pada kadar penyimpangannya. Barang siapa melihat tuntunan
kaum muslimin dalam urusan jenazah yang diajarkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam, maka dia pasti melihat kesamaan antara hal
itu dengan perlakuan para Malaikat kepada Adam. Sepanjang sejarah,
petunjuk ini telah banyak diselisihi oleh sebagian besar umat manusia.
Ada yang membakar orang mati. Ada yang membangun bangunan-bangunan
megah, seperti piramid, untuk mengubur orang mati dengan meletakkan
makanan, minuman, mutiara dan perhiasan bersamanya. Ada yang meletakkan
mayit di kotak batu atau kayu. Semua itu menuntut biaya yang mahal dan
hanya membuang-buang energi untuk sesuatu yang tidak berguna. Dan yang
paling utama, semua itu telah menyelisihi petunjuk yang Allah syariatkan
kepada mayit Bani Adam.
Pelajaran-pelajaran dan Faidah-faidah Hadits
- Disyariatkan menyiapkan mayit dan menguburkannya seperti disebutkan di dalam hadits.
- Sunnah terhadap mayit adalah petunjuk semua Rasul dalam setiap syariat mereka.
- Pengajaran Malaikat kepada anak-anak Adam tentang sunnah ini dengan ucapan dan perbuatan.
- Semua cara menangani mayit selain cara yang disebutkan di dalam hadits di atas adalah penyimpangan dari manhaj dan petunjuk Allah.
- Keutamaan bapak kita Adam, di mana para Malaikat mengurusi jenazahnya, menshalatkannya dan menguburkannya.
- Kemampuan para Malaikat untuk menjelma menjadi manusia dan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia.
- Sudah munculnya beberapa peralatann sejak zaman manusia pertama, seperti kapak, cangkul dan sekop.
- Seseorang harus berhati-hati terhadap istrinya yang bisa menjadi penyebab penyimpangannya. Adam memakan buah karena hasutan Hawa. Dan Allah telah meminta kita agar berhati-hati terhadap sebagian istri dan anak-anak kita, “Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka.” (QS. Ath Thaghabun: 14)
sumber: www.hasanalbanna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar