Tidak ada golongan manusia yang begitu mudah memberikan pertolongan sepenuh kemampuan seperti orang-orang Anshar. Sebelumnya, mereka sedikitpun tidak mengenal orang -orang yang mereka tolong. Yang mereka tau hanyalah mereka adalah sesama muslim.
Mereka bersedia membagi dua semua miliknya. Dari kebun, toko, rumah, budak, hingga isterinya ketika hijrah Rasul mulia mempertemukan Muhajirin dan saudaranya, Anshar. Anshar memang penolong sejati. Keistiqomahan menjaga keberlangsunagn pertolongan yang mereka berikan.
Namun adalah wajar kadangkala sifat manusiawi muncul. Sifat ini justru menunjukan bahwa mereka tetap manusia dan bukan malaikat penolong. Pembagian rampasan Hunain di Ji’ranah adalah saksi sisi manusiawi mereka.
Siapa yang dipanggil di saat semua orang lari dari Rasulullah di lembah Hunain? Dan siapa yang dengan bergegas menyambut “labbaik!” hingga menggetarkan seluruh wadya musuh yang berlindungan di atas bukit? Bukankah Anshar? Bukankah Anshar yang menjadi kunci kemenangan pasukan ini?
Pertimbangan manusiawi mengatakan, Anshar yang paling berhak mendapatkan rampasan Hunain yang memenuhi wadi itu. Tapi Rasulullah justru mebagikannya kepada pemuka-pemuka Thulaqaa, mualaf Makkah yang paling depan dalam melarikan diri dari pertempuran dan berkata, “Mereka takkan berhenti berlari sampai mencapai laut!”.
Ada sesuatu yang mengganjal setelah pembagian itu, sesuatu yang disampaikan oleh Sa’ad ibn Ubadah dan membuat orang-orang Anshar dikumpulkan di sebuah kandang raksasa.
Rasulullah datang dan berbicara kepada mereka.
“Amma Ba’du. Wahai semua orang Anshar, ada kasak kusuk yang sempat kudengar dari kalian, dan di dalam diri kalian ada perasaan yang mengganjal terhadapku. Bukankah dulu aku datang, sementara kalian dalam keadaan sesat lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku? Bukankah kalian dulu miskin lalu Allah membuat kalian kaya? Bukankah dulu kalian bercerai berai lalu Allah menyatukan hati kalian?”
Mereka menjawab, “begitulah. Allah dan Rasuln-Nya lebih murah hari dan lebih banyak karunianya.”
“Apakah kalian tak mau menjawabku, wahai orang-orang Anshar?” , tanya beliau.
Mereka berganti bertanya, “Dengan apa kami menjawabmu ya Rasulullah? Milik Allah dan Rasul-Nya lah anugerah dan karunia…”
Beliau bersabda, “Demi Allah, kalau kalian menghendaki, dan kalian adalah benar lagi dibenarkan, maka kalian bisa mengatakan kepadaku. Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan lemah lalu kami menolongmu. Engkau datang dalam keadaan terusir lagi papa lalu kami memberikan tempat dan menanmpungmu…”
Sampai disini air mata sudah mulai melinang, pelupuk mereka terasa panas, dan isak mulai tersedan.
“Apakah di dalam hati kalian masih membersit hasrat terhadap sampah dunia, yang dengan sampah itu aku hendak mengambil hati segolongan orang agar masuk Islam, sedangkan keislaman kalian tak mungkin lagi kuragukan?”
“Wahai semua orang Anshar, apakah tidak berkenan di hati kalian jika orang-orang berpulang bersama domba dan unta, sedang kalian kembali bersama Allah dan RasulNya ke tempat tinggal kalian?”
Isak itu semakin keras, janggut-janggut sudah basah oleh air mata…
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam Genggaman-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentu aku termasuk orang-orang Anshar. Jika manusia menempuh suatu jalan di celah guung, dan orang-orang Anshar memilih celah gunung yang lain, tentulah aku pilih celah yang dilalui orang-orang Anshar.
Ya Allah, sayangilah orang-orang Anshar, anak orang-orang Anshar, dan cucu orang-orang Anshar.”
Rasulullah menutup penjelasan dengan doa yang begitu menentramkan.
Dan tentu akhir semua ini mempesona, semempesona semua pengorbanan orang-orang Anshar selama ini, “kami ridha kepada Allah dan RasulNya dalam pembagian ini..
kami ridha Allah dan RasulNya menjadi bagian kami…”
“…Jikapun kau nafkahkan perbendaharaan bumi seluruhnya untuk mengikat hati mereka, takkan bisa kau himpunkan hati mereka. Tetapi Allah-lah yang telah menyatupadukan mereka…”
- QS. Al Anfaal (8) : 63
Agar Bidadari Cemburu Padamu oleh Salim A. Fillah
“Anshar, Pemilik Rumah yang memberikan segalanya”
sumber: http://irvanrahman.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar