Pengantar
Kisah ini menjelaskan bagaimana Allah
menjaga Sarah, istri Ibrahim, ketika seorang thaghut (musuh Allah)
hendak menodai kesuciannya dan merampas kehormatannya. Ibrahim
berlindung kepada Allah, berdoa dan shalat kepada-Nya, dan Sarah berdoa
memohon perlindungan Allah. Maka Allah menjadikan si fajir (pelaku
maksiat) tidak berdaya dan menggagalkan makarnya (berupa siksaan) di
lehernya. Allah menjaga Ibrahim dan istrinya, dan Allah mampu untuk
menjaga wali-wali-Nya dan membelenggu musuh-musuh-Nya di setiap waktu
dan generasi.
Nash Hadits
Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya
dari Abu Hurairah yang berkata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bersabda, “Ibrahim berhijrah bersama Sarah. Keduanya masuk ke sebuah
desa yang terdapat seorang raja atau seorang yang sombong. Dikatakan
kepadanya, ‘Ibrahim datang bersama seorang wanita yang sangat cantik.’
Maka dia bertanya kepada Ibrahim, ’Wahai Ibrahim, siapa wanita yang
bersamamu?’ Ibrahim menjawab, ’Saudara perempuanku.’ Kemudian Ibrahim
kembali kepada Sarah dan berkata, ’Jangan mendustakan ucapanku aku telah
mengatakan kepada mereka kalau kamu adalah saudaraku. Demi Allah, di
bumi ini tidak ada orang yang beriman selain diriku dan dirimu.’ Maka
Ibrahim mengirim Sarah kepadanya. Dia bangkit kepada Sarah. Sarah
bangkit berwudhu dan shalat. Sarah berkata, ’Ya Allah, jika aku beriman
kepada-Mu dan kepada Rasul-Mu, dan menjaga kehormatanku kecuali kepada
suamiku, maka janganlah Engkau membiarkan orang kafir menguasaiku.’ Maka
nafas raja sombong itu menyempit dan dia hampir tercekik sampai dia
memukulkan kakinya ke bumi.”
Al A’raj berkata bahwa Abu Salamah bin
Abdur Rahman berkata di mana Abu Hurairah berkata tentang Sarah yang
berkata, ’Ya Allah, jika orang ini mati, maka mereka menuduhku
membunuhnya.’ Maka dia terbebas, kemudian dia bangkit lagi kepada Sarah.
Sarah berwudhu dan shalat. Sarah berkata, ’Ya Allah, jika aku beriman
kepada-Mu dan kepada Rasul-Mu, dan menjaga kehormatanku kecuali kepada
suamiku maka janganlah Engkau membiarkan orang kafir menguasaiku.’ Maka
nafasnya menyempit dan dia hampir tercekik sampai dia memukulkan kakinya
ke bumi.
Abu Salamah berkata bahwa Abu Hurairah
berkata, ”maka Sarah berkata, ’Ya Allah, jika orang ini mati, maka
mereka menuduhku membunuhnya.’ Maka dia terbebas untuk kedua kalinya
atau ketiga kalinya. Kemudian dia berkata, ’Demi Allah, kalian tidak
mengirimkan kepadaku kecuali setan. Pulangkan dia kepada Ibrahim dan
berilah dia Ajar (maksudnya adalah Hajar, ibu Ismail). Sarah pun pulang
kepada Ibrahim. Sarah berkata, ’Apakah kamu merasa bahwa Allah telah
menghinakan orang kafir dan memberi seorang hamba sahaya.’
Dalam riwayat lain dalam Shahih Bukhari dari Abu Hurairah berkata, “Ibrahim tidak berdusta kecuali tiga kali. Dua di antaranya karena Allah, yaitu ucapan Ibrahim, ‘Sesungguhnya aku sakit.’ (QS. Ash Shaffat: 89); dan ucapan Ibrahim, ’Sebenarnya patung besar itulah pelakunya.’
(QS. Al Anbiya: 63). Abu Hurairah melanjutkan, “Suatu hari, ketika
Ibrahim dan Sarah berjalan keduanya melewati seorang penguasa lalim.
Dikatakan kepadanya, ‘Di sini ada seorang laki-laki bersama seorang
wanita cantik.” Maka Ibrahim ditanya tentangnya, ’Siapa wanita itu?’
Ibrahim menjawab, ’Saudara perempuanku.’ Lalu Ibrahim mendatangi Sarah
dan berkata kepadanya, ’Wahai Sarah, di muka bumi ini tidak ada orang
mukmin selain diriku dan dirimu. Orang itu bertanya kepadaku tentang
dirimu, dan aku katakan kepadanya bahwa kamu adalah saudaraku. Maka,
jangan mendustakanku.’ Lalu Ibrahim mengutus Sarah kepadanya. Ketika
Sarah masuk kepadanya, dia menjulurkan tangannya hendak menjamahnya.
Tapi dia tercekik dan berkata, ’Berdoalah kepada Allah untukku, aku
tidak mencelakaimu.’ Lalu Sarah berdoa kepada Allah, maka dia pun
terbebas. Kemudian ketika dia hendak menjamahnya untuk kedua kalinya,
dia tercekik seperti semula atau lebih keras. Dia berkata, ’Berdoalah
kepada Allah dan aku tidak mencelakaimu.’ Maka Sarah berdoa dan dia
terbebas. Lalu dia memanggil pengawalnya dan berkata, ’Kalian tidak
membawa manusia kepadaku. Kalian membawa setan kemari.’ Dia memberinya
Hajar sebagai pelayannya. Sarah pulang kepada Ibrahim yang sedang
shalat, maka Ibrahim memberi isyarat dengan tangannya, ’Bagaimana
keadaanmu?’ Sarah menjawab, ’Allah menggagalkan makar orang kafir atau
orang fajir (berupa siksaan) di lehernya dan memberiku Hajar.’ Abu
Hurairah berkata, “Itulah ibu kalian, wahai Bani Ma’is Sama’ (air
langit).”
Takhrij Hadits
Riwayat pertama diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya dalam Kitabul Buyu’, bab Membeli Hamba Sahaya Dari Kafir Harbi, Menghibahkannya dan Memerdekakannya, 4/410, no. 2217. Riwayat kedua di Kitabul Anbiya, bab Firman Allah, “Dan Allah Mengangkat Ibrahim sebagai Khalil.” (QS. An-Nisa: 125), no. 3358.
Bukhari juga meriwayatkannya di beberapa tempat dalam Shahih-nya di antaranya dalam Kitabul Ikrah, bab Jika Seorang Wanita Dipaksa Berzina, 12/321, no. 6950, dalam Kitabul Nikah, bab Mengangkat Hamba Sahaya dan Orang Yang Memerdekakan Hamba Sahaya Kemudian Menikahinya, 9/126, no. 5085, dalam Kitab Thalaq, keterangan tentang bab tanpa sanad, 9/387, dalam Kitab Hibah, bab Jika Dia Berkata, Aku Memberimu Pelayan Hamba Sahaya Ini, no. 2635. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam Kitabul Fadhail, bab Keutamaan-Keutamaan Ibrahim, 4/184, no. 2371, dengan Syarah Nawawi, 15/509.
Penjelasan Hadits
Ibrahim pergi dari negerinya bersama
istrinya setelah kaumnya melemparkannya ke dalam api dan Allah
menyelamatkannya darinya. Ibrahim sampai di negeri yang jauh. Di sana,
dia tidak memiliki pendukung. Dalam kondisi seperti ini orang-orang
dzalim lagi lalim berhasrat untuk menerkam orang seperti Ibrahim.
Ibrahim menghadapi masalah ini manakala dia singgah di negeri dengan
seorang raja yang sombong lagi serakah. Sang raja mendengar kedatangan
Ibrahim di negerinya dengan seorang wanita yang tergolong paling cantik
di dunia.
Salah satu kebiasaan mereka jika
menginginkan seorang wanita adalah dengan menyiksa suaminya, jika wanita
tersebut bersuami. Tetapi jika wanita itu lajang, maka mereka tidak
akan mengganggu kerabatnya. Oleh karena itu, Ibrahim berkata kepada
utusan raja tersebut ketika dia bertanya tentang Sarah, bahwa dia adalah
saudara perempuannya, supaya selamat dari siksaannya. Ibrahim mengirim
istrinya kepada laki-laki bejat itu seperti yang dia minta, karena ia
percaya dengan penjagaan dan perlindungan Allah Subhanahu wa Ta’ala
setelah mewasiatkan kepadanya agar tidak membocorkan hubungan sebenarnya
antara dia dengan istrinya. Ibrahim juga menjelaskan pandangannya dalam
hal ini kepada istrinya, bahwa dia adalah saudara perempuannya
dalam agama, karena di muka bumi tidak terdapat orang yang beriman
selain keduanya.
Walaupun maksud Ibrahim dari
pernyataannya bahwa Sarah adalah saudara perempuannya, yakni saudara
dalam iman dan Islam, dia tetap menolak untuk memberi syafaat pada hari
Kiamat ketika orang-orang meminta kepadanya untuk bersedia menjadi
perantara kepada Tuhan mereka agar Dia memutuskan urusan mereka. Ibrahim
beralasan bahwa dirinya telah berdusta sebanyak tiga kali, yaitu
ucapan, “Sesungguhnya aku sakit.” (QS. Ash Shaffat: 89),
ketika mereka mengajaknya berpartisipasi dalam hari raya mereka yang
syirik dan batil. Yang kedua adalah ucapannya, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya.”
(QS. Al Anbiya: 63), ketika dia menghancurkan berhala dan membiarkan
patung terbesar dengan mengalungkan kapak di lehernya, dan dia
menyatakan bahwa patung besar inilah penghancur patung-patung kecil. Dan
yang ketiga adalah ucapan Ibrahim dalam kisah ini kepada raja dzalim
tersebut, bahwa Sarah adalah saudara perempuannya demi melindungi diri
dari ancaman siksa raja lalim tersebut.
Ibrahim mengirim istrinya kepada raja
dzalim itu, dan dia bersegera melakukan shalat untuk berdoa kepada Allah
dan berlindung kepada-Nya. Allah telah menjaga Sarah, istri Ibrahim,
untuk Ibrahim, sebagaimana Dia menjaga diri Sarah. Begitu Sarah tiba dan
orang lalim itu hendak menyentuhnya, dia tercekik dengan keras sampai
dia menjejakkan kakinya ke tanah setelah Sarah berdoa kepada Tuhannya
memohon agar menghalangi makar dan kejahatan raja lalim tersebut. Akan
tetapi, Sarah juga takut jika orang ini mati, maka mereka menuduhnya
sebagai pembunuh sebagaimana ucapannya, “Ya Allah, jika orang ini mati
maka mereka menuduhku membunuhnya.” Allah membebaskan laki-laki itu
setelah dia meminta kepada Sarah agar berdoa untuknya dan dia berjanji
tidak akan mengulangi perbuatan buruknya.
Manakala dia terbebas, dia mengingkari
janjinya. Nafsunya telah menguasai dirinya, hingga dia kembali bangkit
kepada Sarah. Dia tercekik lagi bahkan lebih keras dari yang pertama.
Dia kembali mengiba kepada Sarah agar berdoa kepada Allah supaya dia
terbebas dan berjanji tidak akan mengganggunya. Maka Sarah mengulangi
ucapannya seperti di dalam doanya, “Ya Allah, jika dia mati maka aku
pasti dituduh membunuhnya.”
Setelah dua atau tiga kali, dia
memanggil pengawalnya dan menyuruh mereka memulangkan Sarah kepada
Ibrahim dalam keadaan utuh dan beruntung. Dia mengetahui bahwa Sarah
terjaga dan bahwa si lalim itu tidak mampu untuk menjamahnya. Sarah
pulang kepada suaminya dengan diiringi oleh Hajar sebagai hadiah dari
raja lalim tersebut. Hajar adalah ibu Ismail, Sarah menghadiahkannya
kepada Ibrahim dan dia menikahinya.
Dalam sebuah hadits dalam Mustadrak Al-Hakim dan Musykilil Atsar At-Thahawi, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, “Jika
kalian menaklukkan Mesir, maka hendaknya kalian saling menasihatkan
agar berbuat baik kepada orang-orang Qibti, karena mereka mempunyai
hubungan perjanjian dan rahim.” [1]
Dalam Shahih Muslim tertulis, “Sesungguhnya
kalian akan menaklukkan kota Mesir. Ia adalah bumi yang diberi nama
Qirath. Jika kalian menaklukkannya, maka berbuat baiklah kepada
penduduknya, karena mereka memiliki hak dan hubungan rahim” atau beliau bersabda, ”hak dan hubungan pernikahan.” [2]
Yang dimaksud oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan hak perjanjian, hubungan rahim atau
hubungan pernikahan yang dimiliki orang-orang Mesir adalah, karena
Hajar, ibu Ismail, berasal dari kalangan mereka dan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah salah seorang keturunannya.
Versi Taurat
Kisah ini tertulis dalam Taurat dalam Ishah 12 Safar Takwin.
Nashnya adalah, “Dan terjadilah kelaparan di bumi, maka Abram turun ke
Mesir untuk mengasingkan diri di sana karena kelaparan di bumi sangat
keras. Ketika dia hampir masuk Mesir, dia berkata kepada istrinya Saray,
‘Sesungguhnya aku mengetahui bahwa kamu adalah seorang wanita cantik.
Jika orang-orang Mesir melihatmu mereka mengatakan, ‘Inilah istri
Abram’, lalu mereka membunuhku dan membiarkanmu. Katakanlah kepada
mereka bahwa kamu adalah saudara perempuanku, agar aku mendapatkan
kebaikan karenamu dan diriku tetap hidup demi dirimu.”
Maka, ketika Abram masuk Mesir dan
orang-orang Mesir melihat istrinya sangat cantik. Para pembesar Fir’aun
melihatnya dan menyanjungnya di hadapan Fir’aun. Maka wanita itu dibawa
ke rumah Fir’aun, dan Fir’aun melakukan kebaikan kepada Abram karenanya.
Abram diberi kambing, sapi, keledai, hamba sahaya laki-laki dan
perempuan, keledai betina dan unta. Lalu Allah menggoncang Fir’aun dan
rumahnya dengan beberapa goncangan yang dahsyat disebabkan Saray, istri
Abram. Fir’aun mengundang Abram dan berkata, “Apa yang kamu lakukan
kepadaku? Mengapa kamu tidak berterus-terang bahwa wanita ini adalah
istrimu? Mengapa kamu mengatakan dia adalah saudara perempuanmu?
Karenanya aku ingin memperistrinya. Sekarang, ambil kembali istrimu ini
dan pergilah.” Lalu Fir’aun memerintahkan orang-orangnya untuk mengantar
Abram dan istrinya beserta seluruh harta yang dimilikinya.
Tertulis dalam Ishah 20 dalam Safar Takwin,
bahwa raja lalim lainnya dari Palestina mengganggu Sarah, dan dia
melepaskannya tanpa mampu menyentuhnya setelah Malaikat mengancamnya
dalam mimpinya. Disebutkan pula bahwa Ibrahim memberitahu Malaikat kalau
Sarah adalah saudara perempuan bapaknya.
Dalam Ishah 20 tertulis:
“Dan Ibrahim berpindah dari sana ke bumi
selatan dan tinggal di antara Qadisy dan Syur. Dia mengasingkan diri di
Jarrar. Ibrahim berkata tentang istrinya, Sarah, ‘Dia adalah saudara
perempuanku’.” Maka raja Jarrar, yakni Abu Malik, mengambil Sarah. Lalu
Allah datang kepada Abu Malik dalam mimpinya di malam hari. Dia
berfirman kepadanya, “Kamu pasti mati disebabkan oleh wanita yang kamu
ambil, karena dia itu bersuami.” Hanya saja waktu itu Abu Malik belum
menyentuhnya. Dia berkata, “Wahai Tuhanku, engkau membunuh pemimpin yang
baik. Bukankah dia sendiri yang berkata bahwa dia adalah saudara
perempuannya dan wanita ini juga mengakui dirinya sebagai saudaranya?
Dengan niat baik lagi mulia aku melakukan ini.”
Allah berfirman kepadanya dalam mimpi,
“Aku juga mengetahui bahwa kamu melakukan ini dengan niat baik. Aku
mencegahmu agar kamu tidak melakukan kesalahan kepadaku. Oleh karena
itu, Aku tidak membiarkanmu menyentuhnya. Sekarang, pulangkan wanita ini
kepada suaminya karena dia seorang Nabi. Dia berdoa untukmu, maka kamu
tetap hidup. Jika kamu tidak mengembalikannya, maka ketahuilah bahwa
kamu mati, begitu pula segala yang kamu miliki.”
Pagi harinya Abu Malik mengumpulkan
seluruh hamba sahayanya dan menyampaikan ucapan itu kepada mereka.
Orang-orang sangat ketakutan. Kemudian Abu Malik memanggil Ibrahim dan
berkata kepadanya, “Apa yang kamu lakukan kepada kami? Apa salahku
kepadamu sehingga kamu mendatangkan kepadaku dan kepada kerajaanku
kesalahan besar ini? Perbuatan-perbuatan yang tidak semestinya dilakukan
tetapi kamu melakukannya kepadaku.” Abu Malik berkata kepada Ibrahim,
“Apa yang kamu lihat sehingga kamu melakukan hal ini?” Ibrahim berkata,
“Sesungguhnya aku berkata bahwa di tempat ini tidak ada rasa takut
kepada Allah sama sekali, maka mereka membunuhku karena istriku.
Sebenarnya dia juga saudara perempuanku anak perempuan bapakku. Hanya
saja dia bukan anak perempuan ibuku, maka dia menjadi istriku. Dan
ketika Allah memberikannya kepadaku dari rumah bapakku, aku berkata
kepadanya, “Ini adalah kebaikanmu yang kamu lakukan untukku. Di setiap
tempat yang kita datangi katakanlah bahwa aku adalah saudara
laki-lakimu.”
Maka Abu Malik mengambil sapi, kambing,
hamba sahaya laki-laki dan perempuan dan memberikannya kepada Ibrahim,
sekaligus mengembalikan Sarah kepadanya. Abu Malik berkata, “Inilah
negeriku di hadapanmu, tinggallah di manapun yang menurutmu baik.” Dia
berkata kepada Sarah, “Aku telah memberi saudara laki-lakimu seribu
dirham. Ini untukmu sebagai suatu pemberian dari segala arah apa yang
ada di sisimu dan di sisi setiap orang lalu kamu berbuat adil.” Lalu
Ibrahim shalat kepada Allah, maka Allah menyembuhkan Abu Malik, istrinya
dan para hamba sahayanya, dan mereka melahirkannya karena Tuhan telah
menutup semua rahim di rumah Abu Malik disebabkan oleh Sarah, istri
Ibrahim.
Komentar Menyangkut Versi Taurat
Apa yang tertulis dalam Taurat sesuai
dengan isyarat hadits, bahwa kisah ini terjadi di bumi Mesir, dan kami
tidak tahu apakah kedatangan Ibrahim bersama Sarah ke sana karena
kelaparan atau karena berdakwah kepada Allah.
Adapun ucapan Ibrahim kepada Sarah, “Kamu adalah wanita cantik…”, ini mirip dengan apa yang disinggung oleh hadits.
Hadits tidak menyinggung bahwa kisah ini
terjadi pada masa Fir’aun. Fir’aun menguasai Mesir sepanjang rentang
waktu tertentu, tidak pada semua masa. Dan apa yang disebutkan oleh
Taurat bahwa Fir’aun memberikan kekayaan besar kepada Ibrahim berupa
domba, sapi, keledai, hamba sahaya laki-laki dan wanita, keledai betina
dan unta, ini tidaklah benar. Karena, setelah raja tersebut meminta
Sarah dan Ibrahim mengirimnya, Ibrahim melakukan shalat. Ibrahim hanya
mendapatkan Hajar sebagai pemberian raja kepada Sarah. Seandainya raja
memberi Ibrahim kekayaan seperti disebutkan di atas, niscaya wahyu yang
diberikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam akan menyinggungnya
dalam hadits ini. Padahal, hadits hanya menyebutkan apa yang lebih
sedikit dari itu, yaitu hadiah Hajar untuk Sarah.
Apa yang disebutkan dalam Taurat bahwa
Allah menggoncang Fir’aun dan rumahnya dengan keras disebabkan oleh
Sarah; bahwa Fir’aun mengundang Ibrahim untuk menyalahkannya karena
pengakuan Ibrahim tentang Sarah sebagai saudara perempuannya; dan bahwa
Fir’aun menginginkan Sarah untuk diperistri, semua itu tidaklah benar.
Hadits yang Allah wahyukan kepada Rasul-Nya telah memberitahukan kepada
kita bahwa apa yang terjadi pada raja lalim adalah, bahwa dia tercekik
beberapa kali. Dan bahwa raja itu tidak mengundang Ibrahim setelahnya
dan tidak menyalahkannya, akan tetapi dia memerintahkan untuk mengusir
Ibrahim dan istrinya dari buminya dan tidak mengirim seorang pun
untuk melepas dan mengantarkannya.
Allah lebih mengetahui kebenaran tentang
kisah kedua. Kalaupun itu benar-benar terjadi, maka kisah tersebut
mengandung kedustaan yang tidak samar. Ia adalah penyelewengan yang
terjadi pada kitab ini. Orang-orang yang menyelewengkan kitab ini
mengklaim melalui ucapan Ibrahim bahwa Sarah adalah saudara perempuannya
dari bapaknya. Mustahil Ibrahim menikah dengan saudara perempuannya.
Kedustaan ini dibantah banyak hadits yang menyatakan bahwa Ibrahim takut
terhadap akibat dari tiga kedustaannya pada hari Kiamat, yang salah
satunya adalah ucapannya kepada raja lalim tersebut bahwa Sarah adalah
saudara perempuannya. Ini sangatlah jelas bahwa Sarah bukan saudara
perempuan Ibrahim dari nasab. Akan tetapi, maksudnya adalah saudara
perempuannya dalam Islam, sebagaimana hal itu dinyatakan secara nyata di
dalam beberapa hadits.
Pelajaran-pelajaran dan Faidah-faidah Hadits
- Terjaganya istri-istri para Nabi dan Rasul. Orang- orang dzalim lagi lalim tidak akan mampu mengobok- obok kehormatan mereka, seperti yang terjadi pada raja durhaka ini manakala dia hendak melakukan hal buruk kepada istri Ibrahim, maka Allah menjaga dan menyelamatkannya dari niat busuk tersebut.
- Hendaknya seorang mukmin berlindung kepada Allah Taala manakala menghadapi ujian dan kesulitan. Ibrahim berlindung kepada Allah melalui shalat ketika dia mengantarkan istrinya kepada raja lalim tersebut; dan Sarah sendiri juga berdoa dan bermunajat kepada Allah, maka Dia menjaganya.
- Kemampuan Allah yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi untuk menjaga para Nabi dan para wali-Nya, serta menolong mereka dengan menangkis makar musuh- musuh.
- Kadangkala seorang muslim dipaksa untuk tunduk kepada angin ribut. Ibrahim berkata bahwa Sarah adalah saudara perempuannya. Ibrahim tidak mampu menolak untuk mengirimnya kepada raja durhaka itu. Sarah pergi kepadanya dan berada di satu tempat bersamanya tanpa orang ketiga, akan tetapi Allah menjaga dan melindunginya. Orang-orang yang menolak tunduk kepada angin ribut adalah orang- orang yang kurang memahami agama Allah. Seseorang tidak akan selalu mampu maju terus meniti jalannya dengan sempurna. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan para sahabat sesudahnya serta orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka membuat perjanjian damai dalam peperangan, dan kadangkala mereka rela dengan kesepakatan yang sangat berat sebelah. Sesuatu yang di luar batas kemampuan harus diserahkan kepada Allah Azza wa Jalla.
- Boleh menerima hadiah dari orang dzalim bahkan kafir. Sarah menerima hadiah dari raja lalim itu ketika dia memberinya Hajar, dan Ibrahim menyetujui istrinya menerima hadiah itu.
- Wudhu telah disyariatkan pada umat sebelum kita. Ketika raja durhaka itu hendak menyentuh Sarah, Sarah berdiri untuk berwudhu dan shalat, dan sepertinya wudhunya berbeda dari wudhu kita, karena bagaimana caranya dia berwudhu manakala raja durhaka itu bangkit kepadanya. Bisa jadi wudhunya hanyalah dengan mengusap wajah dan tangan, atau mirip dengan tayamum seperti kita. Maksud shalat di sini adalah doa.
- Dalam syariat Ibrahim diperbolehkan bertanya dengan isyarat dalam shalat tentang sesuatu yang ingin diketahui. Ibrahim memberi isyarat kepada Sarah setelah dia kembali sementara dia shalat, yakni isyarat dengan tangannya untuk mengetahui apa yang terjadi dengannya.
- Boleh berbincang tentang nikmat pemberian Allah kepada hamba-Nya. Sarah memberitahu suaminya dengan karunia Allah ketika menolak makar si kafir dan memberinya pelayan, Hajar kepadanya.
- Pernyataan Abu Hurairah bahwa Hajar adalah ibu dari orang-orang yang diajaknya berbicara dan dia meriwayatkan hadits kepada mereka.
sumber: www.hasanalbanna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar