Judul di atas itu tentu saja dalam
konteks yang tidak perlu ditanyakan lagi, yakni penghasilan si wanita kawin
tersebut di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) sehingga terhadapnya
dikenakanlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterimanya dari
pemberi kerja.
Saya cuma ingin fokus pada masalah perlakuan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap wanita yang berstatus kawin atau menikah (dengan bahasa yang sederhana saja dan biasa dialami dalam kasus keseharian kita), sehubungan dengan PTKP dan kepemilikan NPWP, karena sejak berlakunya UUPPh yang baru, bagi orang pribadi yang tidak ber-NPWP, maka dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20%. Jadi, seandainya dia seharusnya terkena tarif lapisan paling bawah yang 5%, maka dia menjadi dipotong dengan tarif 6% yaitu 5% x 120%. Baiklah, kita coba bagi beberapa perlakuannya antara lain:
1. Wanita Kawin ber-NPWP sendiri yang berbeda dengan NPWP suami;
2. Wanita Kawin ber-NPWP anggota keluarga (menginduk kepada suami);
3. Wanita Kawin tidak ber-NPWP, tetapi suami ber-NPWP;
4. Wanita Kawin ber-NPWP, suami tidak ber-NPWP.
Mungkin segitu aja contoh kasusnya,
dalam hal ini saya asumsikan tidak ada pisah harta antara si suami dengan si
isteri (wanita kawin). Sekali lagi saya katakan, ini kasus keseharian, karena,
kalau ada yang kasusnya pisah harta, saya pikir itu bukan kasus keseharian, itu
kasus yang luar biasa untuk ukuran orang Indonesia.. (hehe.. lebay deh...)
Oke, back to the topic.
1.
Wanita Kawin ber-NPWP sendiri yang berbeda dengan NPWP suami
Untuk kasus ini, si wanita kawin memiliki NPWP sendiri yang berbeda dengan NPWP si suami. Berbeda NPWP itu maksudnya berbeda dalam sembilan digit pertama NPWP, karena yang tiga digit berikutnya itu adalah kode KPP (Kantor Pelayanan Pajak) tempat Wajib Pajak terdaftar. Misalnya, NPWP si isteri 09.123.456.7-017.000 sedangkan si suami 09.890.123.4-017.000, itu namanya NPWP-nya berbeda (perhatikan tiga digit terakhir yang kodenya “000’’). Sedangkan kalau NPWP si isteri adalah 09.123.456.7-017.999 dan NPWP si suami adalah 09.123.456.7-017.000, nah... maka itu NPWP-nya sama (perhatikan tiga digit terakhir yang kodenya “000’’ dan “999”). Yang kita lihat adalah sembilan digit pertama.
Lepas dari permasalahan bagaimana si isteri memperoleh NPWP-nya yang tersendiri itu (karena bisa saja si isteri didaftarkan oleh perusahaan tempatnya bekerja tanpa sepengetahuannya, karena hanya diminta fotokopi KTP oleh perusahaan yang tujuannya untuk membuatkan NPWP si wanita tadi ke KPP), itu menimbulkan konsekuensi yang lain lagi dan bukan merupakan bagian dari topik kita, hehehe...
Pada kasus ini, maka si wanita kawin dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif normal sesuai ketentuan dan dia mendapat PTKP sebesar dirinya pribadi.
2. Wanita Kawin
ber-NPWP anggota keluarga (menginduk kepada suami)
Untuk kasus kedua, si wanita kawin memiliki NPWP dengan status anggota keluarga yaitu tiga digit terakhir dari NPWP-nya adalah “999” atau “001” (seperti yang sudah saya sebutkan di nomor 1), maka perlakuannya adalah sama dengan kasus nomor satu yakni, dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif normal sesuai ketentuan dan dia mendapat PTKP sebesar dirinya pribadi.
3. Wanita Kawin
tidak ber-NPWP, tetapi suami ber-NPWP
Dalam kasus ini, kita asumsikan si suami bekerja juga, maka perlakuannya juga sama dengan yang nomor satu, hanya saja ada syaratnya. Untuk memperoleh perlakuan yang sama yakni dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif normal dan memperoleh PTKP sebesar dirinya pribadi, maka si wanita kawin harus menyertakan fotokopi NPWP suami, Kartu Keluarga dan Surat Pernyataan Susunan Anggota Keluarga kepada pemberi kerja. Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-51/PJ/2008. Bila si wanita kawin tidak dapat memenuhi syarat tadi, maka dia akan dipotong dengan tarif lebih tinggi 20% (karena tidak ber-NPWP) dan mendapat PTKP sebesar dirinya pribadi.
Jelas ya? Jadi perlakuannya tetap sama, dengan syarat dan ketentuan berlaku (kayakiklan aja...)
4. Wanita Kawin
ber-NPWP, suami tidak ber-NPWP
Pada kasus ini, kita asumsikan suami tidak bekerja, jadi si wanita kawin ini yang menjadi tulang punggung keluarga. Dia menghidupi suami dan anak-anaknya... halah... drama banget...
Perlakuannya adalah si wanita kawin mendapat PTKP hanya untuk dirinya pribadi dan dia dipotong dengan tarif normal. Tidak adil? Sepertinya iya. Baiklah, si wanita kawin dapat memperoleh PTKP sebesar dirinya pribadi, status kawin dan tanggungannya, mirip dengan PTKP pria berkeluarga, juga hanya saja ada syarat yang harus dipenuhinya, yaitu si wanita kawin tadi harus menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak memperoleh penghasilan.
Jadi, perlakuan untuk kasus nomor 4
ini ada dua:
1. dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif normal sesuai
ketentuan dan mendapat PTKP sebesar dirinya pribadi;
2. dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif normal sesuai
ketentuan dan mendapat PTKP sebesar dirinya pribadi, status kawin, dan
tanggungannya dengan syarat menunjukkan keterangan tertulis dari pihak
kecamatan.Dari keempat contoh kasus tadi, yang paling mudah bagi wanita kawin adalah untuk kasus yang nomor dua. Maka dari itu, disarankan bagi wanita kawin yang bekerja untuk memiliki NPWP dengan menginduk kepada suami.
Semoga bermanfaat. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar